(Guru SMP Negeri 2 Demak, narasumber pelatihan AKM)
Perubahan adalah sebuah keniscayaan dalam dinamika dunia pendidikan. Perubahan itu merupakan konsekuensi dunia pendidikan dalam menghadapi perubahan zaman. Setiap abad perubahan zaman memiliki tuntutan yang berbeda dari dunia pendidikan. Baik perubahan pada bidang kurikulum maupun perubahan pada model dan keluaran bidang penilaian.
Seiring lounching jargon “Merdeka Belajar” pada awal kinerja Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang dikomandani Mas Menteri Nadiem Makarim, dilakukan perubahan yang cukup mendasar di ranah penilaian pendidikan dasar dan menengah, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK. Salah satu kebijakan dalam merdeka belajar adalah penghapusan Ujian Nasional (UN) digantikan dengan Asesmen Nasional (AN). Instrumen Asesmen Nasional terdiri atas Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Dari ketiga instrumen tersebut, AKM adalah instrumen yang paling menyita perhatian publik pedidikan di Indonesia.
Banyak yang terhenyak, tak sedikit pula yang terkesima, apa yang beda dari perubahan dari UN menuju AKM ini? Bukan sekadar nama yang berbeda, perubahan cukup mendasar terjadi dari UN ke AKM. Berikut perubahan itu kami sajikan dalam bentuk tanya jawab majalah di Esperomag edisi ini semoga mencerahkan.
Tanya: Apakah Asesmen Nasional itu menggantikan UN?
Jawab: Asesmen Nasional menggantikan peran UN sebagai instrumen untuk menghasilkan sumber informasi pemetaan dan evaluasi sistem pendidikan di Indonesia. Namun demikian, Asesmen Nasional tidak serta merta menggantikan peran UN dalam mengevaluasi pretasi peserta didik secara individu.
Tanya: Hasil apakah yang akan diperoleh melalui Asesmen Nasional?
Jawab: Asesmen Nasional tidak diberikan sebagai hasil individu seperti UN. Hasil Asesemen Nasional ini memberikan umpan balik tentang kualitas belajar serta proses pembelajaran di sekolah secara utuh maupun kepada Dinas Pendidikan secara utuh untuk mengevaluasi diri dan merancang program.
Tanya: Mengapa Asesmen Nasional dikatakan hasilnya lebih lengkap (komprehensif) dibandingkan dengan UN?
Jawab: Karena dalam Asesmen Nasional yang diukur bukan hanya aspek kognitif peserta didik, tetapi meliputi aspek kognitif, survei karakter, dan survei lingkungan belajar. Dalam Asesmen Nasional peserta didik yang menjadi sampel akan mengerjakan soal AKM sebagai bahan informasi hasil belajar dan mengisi survai karakter sebagai instrumen untuk mengukur hasil sosio-emosional peserta didik. Hasil itu akan didikung dengan hasil survei dari kepala sekolah dan guru tentang lingkungan belajar untuk memberikan informasi tentang input dan proses pembelajaran.
Tanya: Mengapa yang diukur melalui AKM tidak berbasis mata pelajaran?
Jawab: Karena AKM ingin mengukur kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua peserta didik, terlepas dari apa pun profesi dan cita-cita mereka pada masa yang akan datang. AKM mengukur dua macam kemampuan literasi, yaitu literasi membaca dan literasi numerasi. Kedua literasi tersebut menaungi secara lintas mata pelajaran, bukan berrati hanya mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematikan saja, tetapi dikembangkan dari mata pelajaran lainnya. Harapannya, dengan mengukur literasi dan numerasi dapat mendorong semua guru mata pelajaran untuk berfokus pada pengembangan kompetensi membaca dan berpikir logis-sistematis. Inilah sebabnya, istilah yang digunakan adalah minimum artinya tidak semua konten dalam kurikulum diujikan.
Tanya: Untuk keperluan apa, peserta didik juga diukur karakternya dalam Asesmen Nasional?
Jawab: Karena Asesmen Nasional ingin menyampaikan pesan bahwa proses belajar mengajar tidak hanya menghasilkan pengetahuan, tetapi proses belajar mengajar juga harus mengembangkan potensi peserta didik secara utuh, baik kognitif maupun nonkognitif. Artinya, Asesmen Nasional juga ingin memberikan potret secara lengkap baik pengetahuan maupun sikap, nilai, keyakinan, serta perilaku yang dapat memprediksi tindakan atau kinerja siswa di berbagai konteks yang relevan.
Tanya: Apakah semua siswa akan diikutkan dalam AKM ini?
Jawab: Tidak. Setiap satuan pendidikan wajib mengikutkan siswa untuk kegiatan AKM dengan sistem sampling dengan ketentuan SD/MI maksimal 30 siswa dan SMP/MTs, SMA/MA/SMK maksimal 45 siswa. Jika jumlah murid dalam sebuah satuan pendidikan kurang dari ketentuan tersebut, semua siswa menjadi rensponden dalam kegiatan AKM. Adapun siswa yang menjadi responden adalah siswa kelas V, kelas VIII, dan kelas XI.
Tanya: Apakah persiapan dalam menghadapi AKM sama dengan persiapan menghadapi UN?
Jawab: Tidak. Pemerintah tidak menyediakan kisi-kisi soal AKM. Persiapan tidak dapat dipersiapkan hanya dengan drilling soal, tetapi harus dilatihkan dalam bentuk kemampuan berpikir yang dilatihkan dalam proses pembelajaran. Yang diukur dalam AKM adalah kecakapan hidup dari lintas mata pelajaran.
Tanya: Apakah peserta didik dapat memperoleh latihan soal dengan aplikasi seperti AKM?
Jawab: Peserta didik dapat berlatih dengan soal setara AKM melalui aplikasi dengan mengakses pada laman: https://pusmenjar.kemdikbud.go.id/akm
Tanya: Apakah hasil AKM dapat digunakan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi?
Jawab: Tidak. Hasil AKM bersifat global satu sekolah. AKM tidak ditujukan untuk mengukur kompetensi siswa secara individu. Hasil AKM akan digunakan sebagai alat refleksi bagi setiap satuan pendidikan untuk melakukan perbaikan. Secara keseluruhan hasil Asesmen Nasional dijadikan sebagai alat refleksi untuk perbaikan pembelajaran dan iklim satuan pendidikan.
Itulah sekelumit penjelasan tentang munculnya AKM sebagai bagian dari Asesmen Nasional. Kami mengharapkan agar orang tua siswa bijak dalam menyikapi perubahan evaluasi dari model UN menjadi AKM sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih optimal. Mudah-mudah dengan semangat Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dapat menopang terwujudnya kualitas pendidikan yang semakin baik. Pada saatnya nanti pendidikan dapat menghasilkan munculnya generasi emas yang memiliki daya saing di tingkat global. Semoga.
0 comments:
Post a Comment